SUKU AKIT: MENJAGA DAN MEWARISI TRADISI ADAT
Julianus P Limbeng Speed boad yang kami tumpangi dari Dumai menuju pulau Rupat, sangatlah berdesak-desakan. Meskipun sarat penumpang, namun kecepatan kapal kecil tersebut yang seakan-akan terbang di atas riak gelombang laut Selat Malaka sangat mengocok perut, sehingga bagi yang tidak terbiasa bisa pusing, karena cukup mengocok perut. Selama perjalanan speed boat tersebut singgah di beberapa pelabuhan yang sangat kecil. Dan sepanjang perjalanan kita bisa menyaksikan pasir-pasir putih sepanjang 12 km dan hutan-hutan mangrove yang masih sangat alami. Selama lebih kurang dua jam akhirnya kami melangkahkan kaki di Tanjung Medang, yang merupakan salah satu wilayah yang dihuni oleh suku Akit. Di pelabuhan tradisional ini, kita akan disambut oleh suara burung wallet yang diputar melalui kaset atau CD, karena di daerah ini banyak sarang burung wallet. Hal seperti ini dapat kita saksikan di desa-desa sekitarnya, seperti Tanjung Punak dan Tanjung Rhu. Selama kami berada di pulau Rupat, kami tidak