Obituari : STASION TARIGAN
STASION TARIGAN : KOMPONIS KEE GBKP
Oleh : Julianus P. Limbeng
Kiprah Stasion Tarigan di bidang musik
mulai kelihatan ketika karya-karya mulai ditampilkan dalam bergai kegiatan
pemuda gereja (Permata) sekitar tahun 1979. Stasion saat itu aktif di pemuda
gereja dan menjadi ketua Permata Betlehem GBKP di GBKP KM 7 Padang Bulan Medan.
Ia aktif melatih vocal group, paduan
suara dan mulai mengaransemen beberapa lagu. Ia juga bisa melatih tari
tradisional Karo seperti tari Lima Serangkai, Roti Manis dan lain-lain. Mereka
juga aktif mengikuti berbagai lomba seni di kalangan gereja. Bahkan mereka
pernah menjuarai lomba Festival Tari Permata se-GBKP.
Jika selama ini ia banyak
mengaransemen lagu-lagu dari karya orang lain, maka pada tahun 1983 ia mulai
menciptakan lagu. Salah satu yang ia ciptakan adalah lagu Suan Kol, yaitu salah
satu lagu yang cukup terkenal di kalangan gereja, yang akhirnya diterjemahkan
ke dalam Bahasa Indonesia dan masuk sebagai salah satu lagu di Kidung Jemaat
terbitan Yayasan Musik Gereja. Ketika ada penambahan nyanyian dalam GBKP, yang
saat itu disebut sebagai Penambahen Ende-Enden GBKP, maka lagu tersebut juga
merupakan salah satu lagu yang masuk dalam Buku Nyanyian GBKP beserta puluhan
lagu yang ia ciptakan. Lagu-lagu yang ia ciptakan cukup mengena di kalangan
masyrakat karo, karena diadaptasi dari tangga nada Karo (Karo scale), yang menurut Stasion Tarigan setidaknya ada 8 jenis,
jika dilihat dari teknik permainan alat-alat musik Karo pembawa melodi, seperti
sarune, kulcapi, surdam, balobat.
Skala Karo tersebut tentunya berdasarkan pengalaman dia sebagai seorang seniman
musik yang akrab dengan semua instrument tersebut.
Keahliannya memainkan alat musik
Karo juga mendapat perhatian dari industry musik kala itu. Setidaknya beberapa
lagu Karo popular dimainkan melalui instrument surdam dan diproduksi oleh Gesit Record Medan pada tahun 1980-an.
Rekaman tersebut pun dijadikan menjadi salah satu bahan analisis musik Karo
bagi para mahasiswa etnomusikologi Fakultas Sastra USU Medan, dimana ia juga
sempat menjadi dosen luar biasa (pengajar musik tradisional Karo) di awal
berdirinya Etnomusikologi USU, Tahun 1979. Stasion Tarigan juga pernah tercatat
sebagai mahasiswa di FMIPA USU Tahuyn 1972. Namun ia lebih tertarik ke bidang musik.
Tidak hanya lagu Rohani Batak
karo, Stasion Tarigan juga memiliki catatan aktif di dalam industry musik Karo.
Tahun 1979 ia ikut bergabung dengan Rudang Band di Berastagi. Saat itu ia juga
menciptakan beberapa lagu Karo yang cukup popular pada jamannya seperti
Ngelajang Bana, Tading Risona, Labo Ateku Sirang, Mela nge Bagena, dan
lain-lain. Tahun 1980 ia juga bergabung dengan Rudang Vokal Group sebagai
pemain musik tradisional Karo. Ia bergabung bersama dengan Alasen Barus, Syamsir
Tarigan, Ramona Purba, dan lain-lain. Mereka aktif menciptakan lagu-lagu baru
dan mengaransemen lagu-lagu Karo dalam bentuk vocal group. Mereka juga beberapa
kali tampil di TVRI. Vokal Group ini juga pernah mengeluarkan album yang sangat
popular bersama artis nasional sat itu Melky Goeslaw (1947-2006). Salah satu
lagu yang dibawakan Melky adalah “Ngelajang bana” ciptaan Stasion Tarigan.
Terakhir lagu ini direkam di Kesaint Blanc
tahun 2001 yang dibawakan oleh Stasion Tarigan, Jhon Keke dan Haris
Tenny Singarimbun, dalam album “La Terbajak” bersama dengan seniman-seniman
Karo Jakarta seperti Advent Bangun, Tio Fanta Pinem, Ramona Purba dan Julianus
Limbeng, Malvin Pinem, Ramli Barus, yang diproduseri oleh Heri Ketaren dibawah
bendera Kesain Blac, pimpinan Antonius Bangun.
Karya-karya Stasion Tarigan
sampai saat ini masih bergema dalam ibadah gereja. Pada bulan September 2019
yang lalu, Moderamen GBKP mengganjar ida sebagai salah satu komponis KEE GBKP
di Retreat Centre GBKP Sukamakmur. Salah satu putranya yang meneruskan bidang musik
Jhon Kinata Tarigan, dengan mata berkaca-kaca menerima plakat dan piagam
penghargaan sekaligus malam anugerah seni yang dihadiri tamu dari luar negeri. Suami
dari Siti Suherni br Sembiring (alm) tersebut kini meninggalkan sebuah karya
yang masih berguna bagi iman jemaat lewat nyanyian. Stasion Tarigan berhasil
mencatatkan 45 buah lagu dalam 500 judul KEE GBKP. Ia juga salah satu warga
Karo yang lagu ciptaannya ada dalam Kidung Jemaat.
Tahun-tahun 1990-an juga ia aktif
merekam beberapa lagu rohani dalam Label Haga Record bersama dengan Davin Kaban
dan Robinson Kembaren. Ia tak pernah berhenti berkarya khususnya dalam
lagu-lagu rohani. Stasion Tarigan menikah pada tahun 1988, dan telah dikaruniai
3 orang anak, Jemis Terkelin Tarigan / Mia Anggreini br Kaban, Jhon Kinata
Putra Tarigan, dan Mis Hagaina br Tarigan. Ia juga telah memiliki seorang cucu,
Nadine Audrania br Tarigan. Pada tahun 2001, ketika usai menyelesaikan Album “La
Terbajak” di Jakarta sekaligus pertunjukan di Hotel Indonesia, ia divonis
terkena penyakit kanker usus. Tidak lama setelah itu ia menghembuskan napas
terakhirnya pada 2 Desember 2002. Album La Terbajak, sebagai tanggung jawab
seniman Karo untuk melawan pembajakan karya cipta yang marak saat itu, akhirnya
didedikasikan sebagai penghormatan untuk Sang Komponis Kitab Ende-Enden GBKP,
Stasion Tarigan. Semoga Karya-karyanya abadi sepanjang masa. (JL).
Comments