Artikel Budaya
TREN PRODUKSI MUSIK KARO DI ERA DIGITAL
Dr.
Julianus P. Limbeng
Perubahan dalam industri musik kita (Karo) begitu cepat.
Tidak hanya di tataran rantai produksi, tetapi hampir meliputi sebagian besar ekosistem
industri musik itu sendiri, dari rantai produksi hingga distribusi ke para
penikmat. Perubahan-perubahan ini tentunya memberikan dampak terhadap beberapa
profesi atau job title dalam industri
itu sendiri. Banyak toko-toko kaset, CD menjadi tutup. Termasuk penjual pita rekaman
satu atau setengah inchi yang akrab digunakan untuk merekam suara di studio
rekaman saat itu. Studio rekaman analog
yang memiliki perangkat besar kini berubah menjadi perangkat relatif kecil dan
sangat simple. Bahkan untuk merekam dan membuat video klip cukup dibuat dengan
menggunakan perangkat smart phone dengan
program yang dapat diunduh gratis seperti Kinemaster. Singkat kata, era digital
mempengaruhi bagi para seniman untuk memproduksi musik mereka, maupun para
penikmat untuk menikmati karya-karya musik.
Saya masih ingat waktu saya memproduksi rekaman lagu Karo
pertama sekali tahun 1996-an. Saat itu kami rekaman di Jakarta dengan
menggunakan studio analog yang hanya memiliki 8 dan 16 trakc saja. Untuk
merekam lagu-lagu kita harus memiliki
pita untuk merekamnya, yaitu satu atau dua inchi. Kemudian masteringnya
ditransfer ke pita yang lebih kecil dengan ukuran seperempat inchi, atau lebih
maju lagi ditransfer ke pita Digital Audio Tape (DAT), sebelum akhirnya dibawa
ke pabrik pita kaset untuk digandakan. Dan tahun 1998, Kaset Partitur Volume 2
juga lah produksi kaset karo pertama yang direkam di studio digital, Kesaint
Blanc. Masteringnya sudah berubah ke Compact Disc. Namun bagi para seniman saat
itu yang biasa menggunakan studio analog mengatakan bahwa suaranya terlalu
bersih dan tipis. Berkembang CD Audio, VCD, dan DVD, bahkan rekaman-rekaman live pertunjukan perkolong-kolong dan
dicetak dalam bentuk VCD. Tempat penjualannya pun menjamur sekaligus banyaknya
pembajalan-pembajakan karya cipta. Muncul lagi Nada Dering HP dan Ring Back
Tone (RBT), dan seterusnya, termasuk tempat belanja music online. Namun era itu
sepertinya cepat sekali berlalu.
Saat ini mungkin kita sudah jarang melihat lagi rak pita
kaset C-60 atau C-90, bahkan produk-produk CD Audio, VCD, DVD, dan Bluray,
meskipun produk itu masih bisa kita temukan di tempat-tempat tertentu. Namun
kecenderungan era digital dengan menggunakan media baru, yaitu media yang
memiliki kemampuan untuk lebih
memudahkan masyarakat dalam menghasilkan sebuah produksi musik maupun lebih
mudah bagi penerima informasi sebuah karya musik dan lebih cepat melalui sarana
internet.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa internet bukan merupakan barang baru bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan terbaru We Are
Social,
pada tahun 2020 disebutkan bahwa ada 175,4 juta pengguna
internet di Indonesia. Dibandingkan tahun sebelumnya, ada kenaikan
17% atau 25 juta pengguna internet di negeri ini. Berdasarkan total populasi
Indonesia yang berjumlah 272,1 juta jiwa, maka itu artinya 64% setengah
penduduk RI telah merasakan akses ke dunia maya (detik.com). Persentase pengguna internet berusia 16 hingga 64 tahun yang memiliki masing-masing jenis
perangkat, di antaranya mobile phone (96%), smartphone (94%),
non-smartphone mobile phone (21%), laptop atau komputer desktop (66%), table
(23%), konsol game (16%), hingga virtual reality device (5,1%). Dari data ini,
para seniman musik selama ini yang berproduksi secara konvensional dengan
produk kebendaan mau tidak mau harus beralih ke produksi media baru (digital). Untuk
tetap eksis, para seniman musik karo juga dituntut harus memiliki pengetahuan
dan keahlian dalam dunia digital.
Perkembangan produksi musik Karo saat ini dapat dikatakan
berkembang sangat pesat. Satu sisi penikmat musik sangat diuntungkan dengan
perkembangan teknologi informasi dewasa ini. Penikmat musik Karo bisa menikmati
musik Karo dengan berbagai genre sesuai selera. Bahkan dimana sajapun mereka
dapat menikmati berbagai lagu-lagu Karo asalkan didukung oleh jaringan internet
yang cukup. Setiap hari puluhan karya musik diunggah dalam kanal youtube atau
lewat media social lainnya. Demikian juga siaran radio yang dulu hanya bisa
didengar lewat radio transistor, kini jauh lebih berkembang dengan penggunaan
media social atau radio internet secara live
streaming.
Tren musik Karo saat ini sangat beragam dan meriah. Dari
yang hanya dibuat lewat smartphone saja hingga karya music yang dikerjakan
sangat serius mulai dari proses rekaman hingga pembuatan video klipnya hingga
distribusi dan pemasasrannya. Puluhan mungkin ratusan yang bisa kita dengar
setiap hari yang muncul baru, sesuai dengan selera dan suasana hati. Menjadi
penyanyi dan pemusik itu tidak didominasi lagi oleh perusahaan industri
rekaman, major label. Konsep Indie label
yang dulu pernah kita dengar, sepertinya model inilah yang lebih banyak saat
ini. Saat ini tidak perlu lagi ngantri
menyewa studio rekaman analog dan terbatas dengan pembagian shifting yang sangat ketat. Sekarang siapapun boleh berkreativitas dan ruang publikasinyapun sangat
banyak dan beragam sepanjang tetap menjunjung tinggi norma, etika dan
kaidah-kaidah dalam bermedia social.
Selain mengandalkan pertunjukan di panggung, saat ini
banyak sekali muncul channel Youtube yang dimiliki oleh seniman Karo. Hampir
setiap seniman Karo mengalihkan produksi mereka diunggah ke channel youtube.
Bahkan tidak hanya seniman Karo yang sudah dikenal masyarakat selama ini,
channel youtube juga banyak muncul yang memiliki talenta di bidang music
sehingga setiap hari kita bisa menikmati suguhan karya music yang beragam.
Channel youtube yang awalnya hanya mengekspresikan sekaligus mendokumentasikan
aktivitas seninya, tapi kini juga telah beralih ke aspek ekonomi dengan
kemungkinan minimal subscriber dan minimal standard jam penayangan yang
kemudian bisa diuangkan (monetize) dengan in ke AdSense di Google.. Tidak hanya
itu, kemungkinan juga bisa memperoleh penghasilan dari pemasukan iklan produk
yang ditayangkan dalam channel youtube tersebut. Hal ini juga yang kemudian
membangun kesadaran bagi para pelaku seni untuk melindungi karya cipta mereka.
Mereka tidak cukup bangga jika karyanya dibawakan orang, tetapi mereka juga
sudah berpikir tentang share benefit atas
karya mereka yang dibawakam oleh orang lain. Oleh sebab itu muncul ide-ide
untuk memproduksi karya-karya music mereka sendiri dengan kemajuan teknologi
sekarang, termasuk studio music dan rekaman.
Studio rekaman berubah menjadi Home Recording bahkan saat ini sudah mulai Mobile Recording dengan mengunakan Laptop yang bisa dibawa
kemana-mana dengan sistem. trakcing
hingga mixing. Banyak software yang
bisa diinstall mulai dari yang
puluhan juta hingga free. Para pemusik tentunya familiar dengan software
seperti Pro Tools, Cubase, Nuendo, Audacity, Wavelab, GarageBand, dan lain
sebagainya perangkat kerja Digital Audio Workstation (DAW). Program-program ini
termasuk user friendly bagi pemula
hingga professional dan menawarkan
berbagai jenis sound efek sebagai plug in
yang memberikan kesempatan besar untuk menghasilkan sebuah karya musik yang
diinginkan, dan tidak terikat lagi dengan ruang. Bahkan berbagai sampler music
ditawarkan memberikan kemudahan untuk membuat karya music tanpa mengundang para
pemain. Sebagai contoh untuk membuat suara drum
tidak lagi harus mendatangkan pemain drum dan perangkat drum dan segala
perkusinya memakan tempat dan jenis mikrofon merekamnya. Tapi unsur manusianya
tetap penting.
Seperti apa produksi Masyarakat Karo saat ini ? Jika kita
rajin melihat media social maka produksi karya musik Karo saat ini sangat
beragam. Artinya pelaku seni semakin menjamur, baik sebagai penyai, pemusik,
bahkan beberapa talenta selama ini yang tidak tersalur, misalnya berkaitan
dengan komedi dapat dilakukan dengan menggunakan era digital saat ini.
Katakanlah beberapa lawakan khas Karo yang saat ini sanagat dikenal oleh public
seperti Mamak karo, Pa Cirla, Cot Dogol, dan sebagainya. Para pelaku seni semakin
banyak, dan para penikmatnya juga semakin banyak. Pasarlah yang kemudian
memberikan respon terhadap sebuah karya seni, meskipun tidak terlepas tetap
perlu juga pemasaran sebuah karya yang kreatif dan kualitas akan selalu jujur.
Untuk membuat sebuah produksi musik yang berkualitas
memang tetap membutuhkan cost operational. Dalam hal ini ide-ide
atau gagasan sebuah karya membutuhkan investor (pemodal). Oleh sebab itu meskipun
semakin banyak yang berkarya, namun untuk menghasilkan karya yang berkualitas
unsur modal dan dukungan sumber daya manusianya masih sangat penting. Salah
satu peningkatan kompetensi para seniman adalah melalui pendidikan dan pengalaman
yang cukup. Jika ada pengalaman, keahlian dan pengetahuan, maka di sawah
sekalipun bisa menghasilkan sebuah karya seni musik yang ‘baik’. Namun karya
yang baik belum tentu juga disenangi oleh penikmat. Oleh sebab itu hokum
relativitas sangat kental disini, tergantung bagaimana pengalaman estetika dan
selera si penikmat.
Produksi-produksi musik Karo saat ini memberikan unsur
perlindungan dan pengembangan yang baik bagi beberapa instrument Karo yang
hampir tenggelam. Dewasa ini banyak muncul karya-karya musik yang mengangkat
instrument seperi kulcapi, keteng-keteng, balobat dan surdam dalam karya-karya
baru dengan sentuhan kreativitas. Instrumen-instrumen tersebut yang biasanya
hanya solo instrument, atau dapat kita temukan dalam acara-acara erpangir, namun ini kita bisa temukan
dalam panggung-panggung pertunjukan dengan lampu kerlap-kerlip yang gemerlap di
perkotaan, khususnya di Sumatera Utara. Demikian juga generasi muda kita
semakin banyak peminatnya mempelajari musik tradisional Karo. Pembelajaran ini
pun dilakukan lewat media digital. Maestro Gendang Karo seperti Mail Bangun,
yang sempat merekam beberapa pola ritem gendang Karo (sebelum dia meninggal
dunia) misalnya, banyak diminta oleh geneasi muda Karo untuk dijadikan sebagai
bahan pembelajaran.
Menyikapi Wabah Covid-19 (corona) dewasa ini yang menyebabkan
masyarakat harus stay at home maupun
beberapa daerah yang sudah memberlakukan PSBB, maka secara otomatis bagi
beberapa seniman yang menggantungkan ekonomi keluarganya dari kegiatan manggung,
kondisi ini tentunya mempengaruhi bagi domestikasi mereka. Namun apakah mereka
tinggal diam menunggu waktu yang belum pasti kapan berakhirnya ? Pantaun saya
lewat media social, kondisi ini juga mendorong para seniman (pemusik, penyanyi)
untuk berkreasi lewat media digital tersebut.
Jika selama ini mereka manggung secara live di atas panggung berbagai
pertunjukan kesenian, maka tempat mereka manggung saat ini adalah dari rumah
masing-masing dengan menggunakan media social. Ada yang siarang langsung
seadanya dengan menggunakan alat musik gitar yang dimainkan sendiri, namun ada
juga yang sampai mensetting panggung dan soun sistemnya serta memainkan
pertunjukan tidak hanya sendiri.
Ada yang melakukan siaran langsung dengan tujuan cukup
menyapa penggemarnya lewat musik dan memberikan hiburan saja, namun ada juga
yang secara terbuka memberikan nomor rekening dalamsiaran langsung tersebut.
Inilah masalah kejujuran, karena kondisi ini pasti sangat berdampak. Tinggal
bagaimana para penikmat berkomunikasi dan apakah mereka merasa tersentuh untuk
memberikan sumbangsih bagi kelangsungan hidup para seniman ini, tergantung
seluruh pemirsa. Bagi para seniman yang memiliki cahnnel youtube, biasanya
mereka siaran langsung lewat channelnya, namun sebagian besar saya melihat para
seniman siaran langsung lewat media Facebook. Sebelum siaran langsung mereka
menjalin komunikasi dengan menyampaikan materi siaran langung, baik lagu yang
akan dibawakan atau ada lagu khusus permintaan yang akan dibawakan. Ini sebuah
strategi pemasaran diri yang muncul secara kreatif akibat kondisi yang memaksa.
Tapi semua ini bisa dilakukan adalah karena kemajuan teknologi yang membuat
jarak semakin dekat, lebih simple dan real
time.
Selain karya musik lewat live, salah satu yang juga tren
saat ini adalah membuat sebuah karya musik jarak jauh dengan melibatkan peserta
banyak. Banyak sekali muncul karya-karya musik yang dinyanyikan oleh
kelompok-kelompok tertentu, misalnya para pendeta, para seniman, dan lain lain.
Mereka membuat minus one, kemudian
merekam suaranya lewat HP sekalian videonya dan melalui proses editing audio
dan video, mereka membuat sebuah karya musik yang sifatnya lebih kea rah
hiburan. Namun ada juga hasilnya sangat professional. Biasanya suaranya hanya
satu suara saja. Namun ada juga yang berani membuat virtual choir atau paduan suara. Kondisi stay at home ini membuat masyarakat karo juga terdorong untuk lebih
kreatif menghasilkan karya-karya musik.
Karya-karya seperti ini apakah memberikan Nilai positif
bagi pertumbuhan dan perkembangan industri musik Karo ? Saya piker pasti.
Masyarakat Karo semakin melek IT. Tidak hanya program-program produksi musik,
tetapi juga termasuk editing video dan distribusi ke public. Jika kemajuan
teknologi ini dimanfaatkan secara positif, akan meberikan dampak positif juga
bagi masyarakat kita. Pelaku dan penikmat lagi kena euphoria. Mereka senang
menikmati hasil karya mereka. Mereka senang mendengar suara mereka menyanyi.
Kita tidak perlu panic menyikapi perkembangan IT, khususnya dalam bidang musik,
tetapi seni itu adalah harus dikembalikan kepada ruhnya, yaitu mengandung
nilai-nilai kejujuran dalam estetis. Nilai-nilai kejujuran dan estetis ini
kembali kepada pribadi-pribadi senimannya atau apa tujuannya untuk membuat
sebuah karya. Jika karyanya sangat kental dipengaruhi oleh nilai-nilai
komersil, maka ia akan mempertimbangkan factor feed back yang bhisa diberikan karyanya terhadap dia. Tetapi tidak
dapat dipungkiri bahwa ada juga seni untuk seni. Dia tidak melihat unsur-unsur
ekonomi yang melatarbelakanginya, tetapi dia merupakan ekspresi estetika
belaka. Seni yang memberikan sumbangsih bagi nilai-nilai kemanusiaan.
Bekasi,
16 April 2020 – Stay at Home.
Comments