PENGARUH KEBUDAYAAN DAERAH
Julianus P Limbeng
*****
Kalau kita berbicara tentang kebudayaan, dari segi konsep dan defenisi, telah banyak sekali para ahli memberikan konsep dan defenisi tentang kebudayaan itu sendiri dari berbagai pendekatan dan paradigma. Pendekatan yang dilakukan untuk mendefenisikan kebudayaan itu juga mengalami perubahan-perubahan defenisi sesuai dengan perkembangan paradigma ilmu budaya itu sendiri. Mulai dari pendekatan evolusionisme, positivisme, structural-fungsionalisme, pos-struktural, intrepretivisme, hingga era posmodernisme saat ini.
Salah satu defenisi tentang kebudayaan yang telah umum digunakan di Indonesia adalah bersumber dari bapak Antropologi Indonesia, Koentjaraningrat. Ia membuat defenisi kebudayaan yang dikembangkan dari Kluckhon, yang mengatakan bahwa kebudayaan adalah “Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.” Demikian juga dengan Ralp Linton misalnya mengatakan bahwa “Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang manapun dan tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian oleh masyarakat yang dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan.” Dan masih banyak lagi defenisi-defenisi tentang kebudayaan tersebut.
Jika kita lihat dari beragam defenisi kebudayaan tersebut, maka esensinya kebudayaan itu adalah bahwa (1) kebudayaan menunjuk kepada berbagai aspek kehidupan, meliputi cara berlaku, kepercayaan dan sikap-sikap (Ralph Linton); (2) Hasil proses belajar; (3) Suatu integrasi dalam masyarakat sebagai pendukung kebudayaan itu sendiri; (4) kebudayaan dimiliki bersama (share); (5) Kebudayaan itu cenderung selalu mengalami perubahan sesuai dengan konteks manusia atau masyarakat pendukungnya itu sendiri. Kebudayaan dapat difahami sebagai sesuatu yang cair (fluid). Ini merupakan pandangan posmodernisme.
Kebudayaan sebagai system gagasan, tindakan dan hasil tindakan ini terdapat dalam 7 unsur kebudayaan, yaitu
Bahasa
Sistem pengetahuan
Organisasi sosial
Sistem peralatan hidup dan teknologi
Sistem mata pencaharian hidup
Sistem religi
KESENIAN
Dari wujudnya dapat dibagi dalam tiga wujud kebudayaan, yaitu Kebudayaan sebagai wujud Ide atau gagasan (ideas); Kebudayaan yang ditunjukkan dalam bentuk wujud prilaku manusia (Activities); Kebudayaan sebagai hasil dari tindakan atau prilaku dalam wujud benda (artifacts).
Kalau kita mengerucut kepada konteks yang lebih spesifik, yaitu konsep tentang kebudayaan local atau kebudayaan daerah, maka defenisi kebudayaan local atau daerah itu dapat kita defenisikan dengan bersumber dari defenisi kebudayaan yang ada. Kebudayaan local atau kebudayaan daerah dapat didefenisikan “seluruh kebudayaan yang terdapat pada setiap daerah dengan corak karakteristik masing-masing yang menjadi penciri atau penanda yang membedakannya dengan antar kebudayaan lainnya yang terdapat di nusantara”. Kebudayaan daerah inilah yang merupakan atau membentuk kebudayaan nasional Indonesia. Kebudayaan daerah merupakan bagian dari kebudayaan nasional Indonesia. Tanpa kebudayaan daerah atau kebudayaan local, maka tidak ada kebudayaan nasional Indonesia, karena kebudayaan nasional Indonesia itu sendiri adalah kebudayaan local itu sendiri yang beragam, majemuk yang terdapat di berbagai tempat di Indonesia.
Oleh sebab itu jika kebudayaan Nasional Indonesia kita defenisikan secara teoritis adalah Kebudayaan Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan lokal (DAERAH) yang telah ada sebelum bentuknya nasional Indonesia pada tahun 1945. Kebudayaan Nasional Indonesia adalah keseluruhan kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.
Hal tersebut menyiratkan bahwa kebudayaan Indonesia itu dipahami sebagai majemuk, yang berasal dari kebudayaan ‘asli’ bangsa Inonesia itu sendiri. Namun dalam perkembangannya tidak ada satu budayapun yang tidak mengalami perubahan karena pengaruh dari luar. Oleh sebab itu dalam konsep GBHN kita tersirat pengakuan akan masuknya budaya yang bersal dari luar juga. Dalam Garis-Garis besar haluan Negara tahun 1999-2004 disebutkan “Pembangunan Kebudayaan Nasional bangsa Indonesia yang bersumber dari warisan budaya leluhur bengsa, budaya nasional, budaya global yang meliputi nilai-nilai seni, ekonomi, hokum, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak bertentangan dengan nilai agama-agama.
Dalam pembangunan kebudayaan selama ini, lama sekali konsep yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara dipakai dalam memahami kebudayaan Nasional Indonesia. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa “Kebudayaan nasional terbentuk dari puncak-puncak dan sari-sari kebudayaan yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia, baik kebudayaan lama maupun baru.” Lebih jauh ia mengatakan bahwa kebudayaan nasional itu memiliki kontinuitas dengan kebudayaan yang telah silam, menjalankan konvergensi dengan jalannya kebudayaan-kebudayaan lain, dan akhirnya bersifat konsentris dalam persatuan dengan kebudayaan dunia walaupun tetap mempertahankan kepribadian sendiri.
Memang ada silang pendapat, dan dewasa ini juga banyak dikritik tentang konsep kebudayaan yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantara tersebut. Misalnya Sutan Takdir Alisjahbana. STA mengatakan bahwa “Kebudayaan Nasional Indonesia jang ditjita-tjitakan oleh generasi baru bukan sambungan Mataram, bukan sambungan keradjaan Banten, bukan keradjaan Minangkabau atau Bandjarmasin. Kebudajaan Indonesia tiadalah mungkin sambungan kebudajaan Djawa, Melaju, Sunda, atau kebudajaan lainnya” (dalam Achdiat K Mihardja, Polemik Kebudajaan, 1954).
Ki Hadjar yang mengusulkan untuk mengambil puncak-puncak kebudayaan daerah, baik lama ataupun baru, dan bersikap terbuka terhadap kebudayaan asing, STA meyakini bahwa kebudayaan Indonesia baru harus benar-benar bebas dari kebudayaan lama. Padahal, apabila kita melihat lebih jauh, silang pendapat ini melibatkan tokoh-tokoh yang modernis, mereka menerima ilmu pengetahuan modern dan mengadopsi apa yang mereka pahami sebagai kebudayaan Barat. Mereka juga menentang tradisi feodalisme dan menolak jika kebudayaan Indonesia baru harus sepenuhnya diambil dari kebudayaan feodal ataupun mentah-mentah dari kebudayaan rakyat (Sumber: Media Kerja Budaya, edisi online).
Meskipun silang pendapat tentang kebudayaan nasional Indonesia baik sebagai negara dan bangsa, namun yang menjadi intinya adalah keseluruhan dari kebudayaan yang ada di Indonesia. Pendekatan ini lebih melihat kebudayaan Indonesia dari sisi jamaknya, perbedaan dan keberagaman yang ada. Dengan demikian kita bisa melihat beragam sekali kebudayaan Indonesia yang sumbernya dari kebudayaan-kebudayaan daerah atau local.
Beragam kebudayaan daerah itu misalnya berbagai bentuk kesenian dan seni pertunjukan, rumah adat, sastra lisan dan tulisan, pakaian tradisional atau pengetahuan tentang tekstil tradisional, olah raga tradisional, makanan tradisional, motif-motif tradisional, upacara dan beragam benda-benda budaya, teater, upacara-upacara adat tradisional, patung-patung, system kepercayaan dan sebagainya. Keseluruhan dari bentuk-bentuk budaya tersebutlah yang disebut sebagai kebudayaan Indonesia. Namun dalam prekteknya sering sekali kebudayaan itu secara gampang difahami dari sisi keseniannya saja yang memang banyak berkaitan dengan kegiatan-kegiatan lainnya, misalnya upacara adat dan upacara tradisional. Kesenian sering dan selalu saja muncul disana, padahal kebudayaan tidak hanya masalah kesenian.
Ketika kita berbicara tentang pengaruh, maka kebudayaan local atau daerah sudah pasti berpengaruh besar terhadap kebudayaan nasional Indonesia itu sendiri. Jika diibaratkan seperti sungai mengalir ke laut, maka kebudayaan daerah dapat dikatakan sebagai mata air atau hulunya. Ketika terjadi perubahan di sector hulu, maka akan berpengaruh di sector hilir atau lautan tempat berkumpulnya sungari-sungai itu. Perubahan-perubahan yang terjadi di sector hulu akan mewarnai dan memberikan warna tersendiri bagi sector hilir. Artinya peran kebudayaan daerah sangat besar sekali dalam membentuk kebudayaan nasional Indonesia, karena kebudayaan daerah tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan Nasional itu sendiri, karena kebudayaan nasional Indonesia itu sendiri adalah kebudayaan daerah atau kebudayaan local itu sendiri.
Jakarta, 3 Juli 2008.
.
*****
Kalau kita berbicara tentang kebudayaan, dari segi konsep dan defenisi, telah banyak sekali para ahli memberikan konsep dan defenisi tentang kebudayaan itu sendiri dari berbagai pendekatan dan paradigma. Pendekatan yang dilakukan untuk mendefenisikan kebudayaan itu juga mengalami perubahan-perubahan defenisi sesuai dengan perkembangan paradigma ilmu budaya itu sendiri. Mulai dari pendekatan evolusionisme, positivisme, structural-fungsionalisme, pos-struktural, intrepretivisme, hingga era posmodernisme saat ini.
Salah satu defenisi tentang kebudayaan yang telah umum digunakan di Indonesia adalah bersumber dari bapak Antropologi Indonesia, Koentjaraningrat. Ia membuat defenisi kebudayaan yang dikembangkan dari Kluckhon, yang mengatakan bahwa kebudayaan adalah “Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.” Demikian juga dengan Ralp Linton misalnya mengatakan bahwa “Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang manapun dan tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian oleh masyarakat yang dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan.” Dan masih banyak lagi defenisi-defenisi tentang kebudayaan tersebut.
Jika kita lihat dari beragam defenisi kebudayaan tersebut, maka esensinya kebudayaan itu adalah bahwa (1) kebudayaan menunjuk kepada berbagai aspek kehidupan, meliputi cara berlaku, kepercayaan dan sikap-sikap (Ralph Linton); (2) Hasil proses belajar; (3) Suatu integrasi dalam masyarakat sebagai pendukung kebudayaan itu sendiri; (4) kebudayaan dimiliki bersama (share); (5) Kebudayaan itu cenderung selalu mengalami perubahan sesuai dengan konteks manusia atau masyarakat pendukungnya itu sendiri. Kebudayaan dapat difahami sebagai sesuatu yang cair (fluid). Ini merupakan pandangan posmodernisme.
Kebudayaan sebagai system gagasan, tindakan dan hasil tindakan ini terdapat dalam 7 unsur kebudayaan, yaitu
Bahasa
Sistem pengetahuan
Organisasi sosial
Sistem peralatan hidup dan teknologi
Sistem mata pencaharian hidup
Sistem religi
KESENIAN
Dari wujudnya dapat dibagi dalam tiga wujud kebudayaan, yaitu Kebudayaan sebagai wujud Ide atau gagasan (ideas); Kebudayaan yang ditunjukkan dalam bentuk wujud prilaku manusia (Activities); Kebudayaan sebagai hasil dari tindakan atau prilaku dalam wujud benda (artifacts).
Kalau kita mengerucut kepada konteks yang lebih spesifik, yaitu konsep tentang kebudayaan local atau kebudayaan daerah, maka defenisi kebudayaan local atau daerah itu dapat kita defenisikan dengan bersumber dari defenisi kebudayaan yang ada. Kebudayaan local atau kebudayaan daerah dapat didefenisikan “seluruh kebudayaan yang terdapat pada setiap daerah dengan corak karakteristik masing-masing yang menjadi penciri atau penanda yang membedakannya dengan antar kebudayaan lainnya yang terdapat di nusantara”. Kebudayaan daerah inilah yang merupakan atau membentuk kebudayaan nasional Indonesia. Kebudayaan daerah merupakan bagian dari kebudayaan nasional Indonesia. Tanpa kebudayaan daerah atau kebudayaan local, maka tidak ada kebudayaan nasional Indonesia, karena kebudayaan nasional Indonesia itu sendiri adalah kebudayaan local itu sendiri yang beragam, majemuk yang terdapat di berbagai tempat di Indonesia.
Oleh sebab itu jika kebudayaan Nasional Indonesia kita defenisikan secara teoritis adalah Kebudayaan Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan lokal (DAERAH) yang telah ada sebelum bentuknya nasional Indonesia pada tahun 1945. Kebudayaan Nasional Indonesia adalah keseluruhan kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.
Hal tersebut menyiratkan bahwa kebudayaan Indonesia itu dipahami sebagai majemuk, yang berasal dari kebudayaan ‘asli’ bangsa Inonesia itu sendiri. Namun dalam perkembangannya tidak ada satu budayapun yang tidak mengalami perubahan karena pengaruh dari luar. Oleh sebab itu dalam konsep GBHN kita tersirat pengakuan akan masuknya budaya yang bersal dari luar juga. Dalam Garis-Garis besar haluan Negara tahun 1999-2004 disebutkan “Pembangunan Kebudayaan Nasional bangsa Indonesia yang bersumber dari warisan budaya leluhur bengsa, budaya nasional, budaya global yang meliputi nilai-nilai seni, ekonomi, hokum, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak bertentangan dengan nilai agama-agama.
Dalam pembangunan kebudayaan selama ini, lama sekali konsep yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara dipakai dalam memahami kebudayaan Nasional Indonesia. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa “Kebudayaan nasional terbentuk dari puncak-puncak dan sari-sari kebudayaan yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia, baik kebudayaan lama maupun baru.” Lebih jauh ia mengatakan bahwa kebudayaan nasional itu memiliki kontinuitas dengan kebudayaan yang telah silam, menjalankan konvergensi dengan jalannya kebudayaan-kebudayaan lain, dan akhirnya bersifat konsentris dalam persatuan dengan kebudayaan dunia walaupun tetap mempertahankan kepribadian sendiri.
Memang ada silang pendapat, dan dewasa ini juga banyak dikritik tentang konsep kebudayaan yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantara tersebut. Misalnya Sutan Takdir Alisjahbana. STA mengatakan bahwa “Kebudayaan Nasional Indonesia jang ditjita-tjitakan oleh generasi baru bukan sambungan Mataram, bukan sambungan keradjaan Banten, bukan keradjaan Minangkabau atau Bandjarmasin. Kebudajaan Indonesia tiadalah mungkin sambungan kebudajaan Djawa, Melaju, Sunda, atau kebudajaan lainnya” (dalam Achdiat K Mihardja, Polemik Kebudajaan, 1954).
Ki Hadjar yang mengusulkan untuk mengambil puncak-puncak kebudayaan daerah, baik lama ataupun baru, dan bersikap terbuka terhadap kebudayaan asing, STA meyakini bahwa kebudayaan Indonesia baru harus benar-benar bebas dari kebudayaan lama. Padahal, apabila kita melihat lebih jauh, silang pendapat ini melibatkan tokoh-tokoh yang modernis, mereka menerima ilmu pengetahuan modern dan mengadopsi apa yang mereka pahami sebagai kebudayaan Barat. Mereka juga menentang tradisi feodalisme dan menolak jika kebudayaan Indonesia baru harus sepenuhnya diambil dari kebudayaan feodal ataupun mentah-mentah dari kebudayaan rakyat (Sumber: Media Kerja Budaya, edisi online).
Meskipun silang pendapat tentang kebudayaan nasional Indonesia baik sebagai negara dan bangsa, namun yang menjadi intinya adalah keseluruhan dari kebudayaan yang ada di Indonesia. Pendekatan ini lebih melihat kebudayaan Indonesia dari sisi jamaknya, perbedaan dan keberagaman yang ada. Dengan demikian kita bisa melihat beragam sekali kebudayaan Indonesia yang sumbernya dari kebudayaan-kebudayaan daerah atau local.
Beragam kebudayaan daerah itu misalnya berbagai bentuk kesenian dan seni pertunjukan, rumah adat, sastra lisan dan tulisan, pakaian tradisional atau pengetahuan tentang tekstil tradisional, olah raga tradisional, makanan tradisional, motif-motif tradisional, upacara dan beragam benda-benda budaya, teater, upacara-upacara adat tradisional, patung-patung, system kepercayaan dan sebagainya. Keseluruhan dari bentuk-bentuk budaya tersebutlah yang disebut sebagai kebudayaan Indonesia. Namun dalam prekteknya sering sekali kebudayaan itu secara gampang difahami dari sisi keseniannya saja yang memang banyak berkaitan dengan kegiatan-kegiatan lainnya, misalnya upacara adat dan upacara tradisional. Kesenian sering dan selalu saja muncul disana, padahal kebudayaan tidak hanya masalah kesenian.
Ketika kita berbicara tentang pengaruh, maka kebudayaan local atau daerah sudah pasti berpengaruh besar terhadap kebudayaan nasional Indonesia itu sendiri. Jika diibaratkan seperti sungai mengalir ke laut, maka kebudayaan daerah dapat dikatakan sebagai mata air atau hulunya. Ketika terjadi perubahan di sector hulu, maka akan berpengaruh di sector hilir atau lautan tempat berkumpulnya sungari-sungai itu. Perubahan-perubahan yang terjadi di sector hulu akan mewarnai dan memberikan warna tersendiri bagi sector hilir. Artinya peran kebudayaan daerah sangat besar sekali dalam membentuk kebudayaan nasional Indonesia, karena kebudayaan daerah tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan Nasional itu sendiri, karena kebudayaan nasional Indonesia itu sendiri adalah kebudayaan daerah atau kebudayaan local itu sendiri.
Jakarta, 3 Juli 2008.
.
Comments