Nengget...
TERKEJUT DAN FUNGSINYA PADA MASYARAKAT KARO
Yulianus Liem Beng
Seseorang yang mempunyai penyakit hipertensi dan jantung biasanya menghindari
keadaan terkejut, baik terkejut datangnya dari suara yang keras secara tiba-tiba
maupun berita-berita yang dapat menimbulkan detak jantungnya berpacu tak menentu,
karena hal itu bisa membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi keberadaan
jiwanya. Tetapi bagi satu kelompok masyarakat di Sumatera Utara, yaitu suku bangsa
Karo keadaan 'terkejut' malah mempunyai fungsi yang besar sekali hubungannya dengan
prokreasi (melanjutkan keturunan). Keadaan terkejut sengaja diciptakan untuk
menghasilkan sebuah proses yang dipercayai dapat membawa dampak yang baik bagi
pasangan suami istri (pasutri) yang belum memperoleh keturunan (baca: belum punya
anak), maupun bagi sebuah keluarga yang belum mempunyai anak yang berjenis kelamin
laki-laki.
Mendapatkan anak bagi masyarakat Batak pada umumnya adalah suatu hal yang amat
penting. Walaupun dengan perkembangan pemikiran yang semakin 'maju' masyarakat
Batak lebih gembira lagi apabila mempunyai anak laki-laki, karena hal ini berhubungan
dengan penerus keturunan dari klannya, dimana masyarakat Batak menganut garis
keturunan berdasarkan garis ayahnya (paternalistik). Namun akibat faktor-faktor biologis
dan non-biologis banyak juga pasangan suami istri yang belum mendapatkan keturunan
walaupun telah bertahun-tahun membina hubungan rumah tangga. Salah satu upacara
yang dipercayai dan yang dilakukan masyarakat Karo untuk memperoleh keturunan
adalah upacara yang dikenal dengan 'nengget', yaitu membuat pasangan suami istri
tersebut terkejut.
Nengget secara harafiah berarti membuat orang terkejut. Nengget disini bukan berarti
asal terkejut saja, tetapi erat kaitannya dengan konteks adat-istiadat, dimana di dalam
'adat nggeluh' (adat orang hidup) orang Karo diatur berdasarkan "merga silima, rakut si
telu dan tutur si waluh'. Wujudnya ada tiga kelompok dalam masyarakat Karo, yaitu
kalimbubu (pihak pemberi wanita), senina (saudara), dan anak beru (pihak penerima
wanita). Peranan-peranan perorangan telah diatur sedemikian rupa, dan tidak semua
orang per orangan bebas berbicara dengan orang lain. Ada aturan-aturan yang dibuat.
Sebagai contoh seorang menantu tidak bisa berbicara langsung dengan ibu mertuanya,
hal ini adalah dipantangkan adat atau tabu. Apabila secara kebetulan sedang tidak ada
orang lain sebagai perantara berbicara, maka biasanya berbicara melalui perantara
benda-benda yang ada di sekitar, misalkan meja, kursi dan sebagainya.
Berhubungan dengan nengget tersebut, maka ada beberapa jenis nengget yang ada
sesuai dengan fungsinya, yaitu :
1. Nengget, yaitu upacara tradisional yang dilakukan menurut adat karo, berupa
melakukan kejutan bagi keluarga dengan harapan agar keluarga itu memperoleh anak
(laki-laki dan perempuan). Peralatan untuk nengget ini adalah uis arinteneng, uis kapal
(ndawa), batu (simbol anak), tumba beru-beru (tempat air), lau simalem-malem,
gendang, serta makanan (sangkep). Pada malam yang ditentukan keluarga itu
disenggeti (dikejutkan) oleh simehangkenya (seperti turangkunya) dari keluarga itu
sambil berkata: "Emaka mupus..... dilaki/diberu ningku si Anu, adi lang ngayak mate kita
la rebu!!" Kemudian suami istri itu diosei secara terbalik, yaitu laki-laki berpakaian wanita
dan si wanita berpakaian laki-laki. Setelah acara ini biasanya makan atau bisa juga
dilanjutkan dengan acara menari. Di Karo Jahe seperti yang pernah saya lihat biasanya
sebelum disenggeti alat musik gung dan gendang biasanya dipukul terlebih dahulu.
Setelah makan kemudian diberikan sen penjujuri (gantang tumba) dan mereka biasanya
didudukkan kembali seperti pengantin baru (mukul).
2. Lentarken, yaitu upacara nengget yang dilakukan ketika ada yang meninggal dunia
atau pada acara nurun-nurun. Pelaksanaannya dilakukan yakni ketika sedang menari
keluarga yang tidak mempunyai keturunan itu tiba-tiba ditangkap oleh turangkunya
(rebunya) masing-masing, kemudian dilentarken (ditangkap) dan selanjutnya diosei
secara terbalik seperti pada acara negget. Setelah ditangkap kemudian diarak dan
dilakukan acara menari.
3. Jera la mupus, yaitu upacara nengget yang diadakan pada acara memasuki rumah
baru (mbengket rumah mbaru atau sumalin jabu). Nengget ini dilakukan ketika yang
empunya rumah mau memasuki rumah barunya, kemudian di depan pintu masuknya
mereka dihalangi oleh rebunya sambil berkata "Ma jera kam la mupus?" Maka oleh yang
empunya rumah dijawab "Jera!". Hal ini dilakukan sebanyak empat kali. Bilangan empat
ini juga tentunya mempunyai makna, yaitu selpat (putus hubungan) dengan hal-hal yang
tidak baik. Setelah empat kali ditanya, maka mereka diperbolehkan memasuki rumah
barunya.
4. Sengget, yaitu terkejut. Terkejut ini mempunyai beberapa proses yang mempunyai arti
bagi masyarakat Karo. Misalnya seseorang yang terkejut dapat menjadi sakit karena
ditinggalkan oleh tendi (roh). Tendinya ini bisa jadi kicat (terjepit) disebuah batu, di
sebuah tempat yang angker dan sebagainya. Untuk melepaskan tendi ini maka biasanya
juga dilakukan upacara melepas tendi ini seperti raleng tendi, ngkiap tendi, ngkicik tendi,
ngkirep tendi dan sebagainya. Sebagai upah kepada roh yang menahan tendi ini
biasanya adalah manuk kahul (ayam persembahan) yang dilepas. Sebagai tanda apabila
kahul tersebut diterima, yaitu ayam tersebut dimakan oleh elang. Terkadang bisa juga
dilakukan dengan acara ngarkari.
Sengget juga bisa merupakan sebuah proses sesuatu roh yang mau bergabung dengan
diri seseorang. Roh ini biasa juga disebut sebagai begu jabu, jinujung, silengguri.
Sebelum roh tersebut ditabalkan atau ditahbiskan dengan seseorang maka biasanya
diawali dengan sengget dan dilanjuktna dengan adanya penyakit. Upacara yang
dilakukan adalah upacara ngampeken jinujung.
Copyright © 2001 Liem Beng and www.berastagi.co.nz. All rights reserved.
Yulianus Liem Beng
Seseorang yang mempunyai penyakit hipertensi dan jantung biasanya menghindari
keadaan terkejut, baik terkejut datangnya dari suara yang keras secara tiba-tiba
maupun berita-berita yang dapat menimbulkan detak jantungnya berpacu tak menentu,
karena hal itu bisa membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi keberadaan
jiwanya. Tetapi bagi satu kelompok masyarakat di Sumatera Utara, yaitu suku bangsa
Karo keadaan 'terkejut' malah mempunyai fungsi yang besar sekali hubungannya dengan
prokreasi (melanjutkan keturunan). Keadaan terkejut sengaja diciptakan untuk
menghasilkan sebuah proses yang dipercayai dapat membawa dampak yang baik bagi
pasangan suami istri (pasutri) yang belum memperoleh keturunan (baca: belum punya
anak), maupun bagi sebuah keluarga yang belum mempunyai anak yang berjenis kelamin
laki-laki.
Mendapatkan anak bagi masyarakat Batak pada umumnya adalah suatu hal yang amat
penting. Walaupun dengan perkembangan pemikiran yang semakin 'maju' masyarakat
Batak lebih gembira lagi apabila mempunyai anak laki-laki, karena hal ini berhubungan
dengan penerus keturunan dari klannya, dimana masyarakat Batak menganut garis
keturunan berdasarkan garis ayahnya (paternalistik). Namun akibat faktor-faktor biologis
dan non-biologis banyak juga pasangan suami istri yang belum mendapatkan keturunan
walaupun telah bertahun-tahun membina hubungan rumah tangga. Salah satu upacara
yang dipercayai dan yang dilakukan masyarakat Karo untuk memperoleh keturunan
adalah upacara yang dikenal dengan 'nengget', yaitu membuat pasangan suami istri
tersebut terkejut.
Nengget secara harafiah berarti membuat orang terkejut. Nengget disini bukan berarti
asal terkejut saja, tetapi erat kaitannya dengan konteks adat-istiadat, dimana di dalam
'adat nggeluh' (adat orang hidup) orang Karo diatur berdasarkan "merga silima, rakut si
telu dan tutur si waluh'. Wujudnya ada tiga kelompok dalam masyarakat Karo, yaitu
kalimbubu (pihak pemberi wanita), senina (saudara), dan anak beru (pihak penerima
wanita). Peranan-peranan perorangan telah diatur sedemikian rupa, dan tidak semua
orang per orangan bebas berbicara dengan orang lain. Ada aturan-aturan yang dibuat.
Sebagai contoh seorang menantu tidak bisa berbicara langsung dengan ibu mertuanya,
hal ini adalah dipantangkan adat atau tabu. Apabila secara kebetulan sedang tidak ada
orang lain sebagai perantara berbicara, maka biasanya berbicara melalui perantara
benda-benda yang ada di sekitar, misalkan meja, kursi dan sebagainya.
Berhubungan dengan nengget tersebut, maka ada beberapa jenis nengget yang ada
sesuai dengan fungsinya, yaitu :
1. Nengget, yaitu upacara tradisional yang dilakukan menurut adat karo, berupa
melakukan kejutan bagi keluarga dengan harapan agar keluarga itu memperoleh anak
(laki-laki dan perempuan). Peralatan untuk nengget ini adalah uis arinteneng, uis kapal
(ndawa), batu (simbol anak), tumba beru-beru (tempat air), lau simalem-malem,
gendang, serta makanan (sangkep). Pada malam yang ditentukan keluarga itu
disenggeti (dikejutkan) oleh simehangkenya (seperti turangkunya) dari keluarga itu
sambil berkata: "Emaka mupus..... dilaki/diberu ningku si Anu, adi lang ngayak mate kita
la rebu!!" Kemudian suami istri itu diosei secara terbalik, yaitu laki-laki berpakaian wanita
dan si wanita berpakaian laki-laki. Setelah acara ini biasanya makan atau bisa juga
dilanjutkan dengan acara menari. Di Karo Jahe seperti yang pernah saya lihat biasanya
sebelum disenggeti alat musik gung dan gendang biasanya dipukul terlebih dahulu.
Setelah makan kemudian diberikan sen penjujuri (gantang tumba) dan mereka biasanya
didudukkan kembali seperti pengantin baru (mukul).
2. Lentarken, yaitu upacara nengget yang dilakukan ketika ada yang meninggal dunia
atau pada acara nurun-nurun. Pelaksanaannya dilakukan yakni ketika sedang menari
keluarga yang tidak mempunyai keturunan itu tiba-tiba ditangkap oleh turangkunya
(rebunya) masing-masing, kemudian dilentarken (ditangkap) dan selanjutnya diosei
secara terbalik seperti pada acara negget. Setelah ditangkap kemudian diarak dan
dilakukan acara menari.
3. Jera la mupus, yaitu upacara nengget yang diadakan pada acara memasuki rumah
baru (mbengket rumah mbaru atau sumalin jabu). Nengget ini dilakukan ketika yang
empunya rumah mau memasuki rumah barunya, kemudian di depan pintu masuknya
mereka dihalangi oleh rebunya sambil berkata "Ma jera kam la mupus?" Maka oleh yang
empunya rumah dijawab "Jera!". Hal ini dilakukan sebanyak empat kali. Bilangan empat
ini juga tentunya mempunyai makna, yaitu selpat (putus hubungan) dengan hal-hal yang
tidak baik. Setelah empat kali ditanya, maka mereka diperbolehkan memasuki rumah
barunya.
4. Sengget, yaitu terkejut. Terkejut ini mempunyai beberapa proses yang mempunyai arti
bagi masyarakat Karo. Misalnya seseorang yang terkejut dapat menjadi sakit karena
ditinggalkan oleh tendi (roh). Tendinya ini bisa jadi kicat (terjepit) disebuah batu, di
sebuah tempat yang angker dan sebagainya. Untuk melepaskan tendi ini maka biasanya
juga dilakukan upacara melepas tendi ini seperti raleng tendi, ngkiap tendi, ngkicik tendi,
ngkirep tendi dan sebagainya. Sebagai upah kepada roh yang menahan tendi ini
biasanya adalah manuk kahul (ayam persembahan) yang dilepas. Sebagai tanda apabila
kahul tersebut diterima, yaitu ayam tersebut dimakan oleh elang. Terkadang bisa juga
dilakukan dengan acara ngarkari.
Sengget juga bisa merupakan sebuah proses sesuatu roh yang mau bergabung dengan
diri seseorang. Roh ini biasa juga disebut sebagai begu jabu, jinujung, silengguri.
Sebelum roh tersebut ditabalkan atau ditahbiskan dengan seseorang maka biasanya
diawali dengan sengget dan dilanjuktna dengan adanya penyakit. Upacara yang
dilakukan adalah upacara ngampeken jinujung.
Copyright © 2001 Liem Beng and www.berastagi.co.nz. All rights reserved.
Comments