KESENIAN INDONESIA DAN TANTANGAN KE DEPAN
Konsep Kesenian Indonesia
Sebelum berbicara tentang permasalahan kesenian Indonesia, maka terlebih dahulu kita harus pahami apa itu kesenian Indonesia. Kesenian Indonesia itu sendiri dapat diartikan sebagai kesenian nasional sebagai arti jamak, yaitu keseluruhan kesenian-kesenian suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang bersumber dari budaya tradisional beserta ragam kesenian baru yang muncul akibat perkembangan kebudayaan Indonesia. Namun kesenian itu sendiri sebenarnya apa, ruang lingkup dan batasan-batasannya perlu dipahami dari sisi konsep teoritis, sehingga kesenian itu sendiri yang universal dalam turunan relatifitasnya setidaknya dapat memberikan pencandraan atau pencerahan setidaknya pengertian apa itu seni dari sisi konseptual mendasar.
Pandangan ilmu seni sendiri, seni diartikan sebagai ekspresi manusia terkait dengan estetika (Sutrisno, 2004:56-58), namun estetika yang dipandang sebagai keindahan itu sendiri terkait dengan pengalaman estetika. Pengalaman estetika artinya membuka ruang bagaimana individu-individu memahami bagaimana sesuatu itu dikatakan memenuhi sebuah estetika. Artinya secara konsep estetika itu sendiri menjadi ’relatif’ dan tidak ada ukuran yang baku/standard. Menurut pandangan seni [Barat] sendiri estetika itu adalah paparan yang lebih menekankan pengalaman si subjek mengenai yang ’indah’, tanpa mau mencermati asalnya, apakah dari objek kesenian alami (natural object) atau karya cipta manusia (artificial object). Secara fenomenologis, sumber pokok pengalaman estetika adalah pengamatan pancaindera yang diolah dalam rasa, lalu dicoba eiekspresikan dalam berbagai bentuk.
Pandangan Plato tentang seni [keindahan] dapat dibagi menjadi dua, yang mengingatkan kita pandangannya tentang dunia idea, sedangkan yang lain membatasi diri pada dunia nyata. Yang indah adalah benda material, umpamanya tubuh manusia, dan lebih jauh manusia diajak untuk melihat pada yang lebih indah, yaitu jiwa. Ini berarti konsep keindahan kesenian itu sendiri dipahami dari sisi materi hingga pemahaman keindahan pada sesuatu yang sifatnya abstrak. Konsep seperti ini merupakan ajaran pada kepercayaan Junani Kuno yang bersumber dari seorang dewa yang bernama Diotima. Pandangan yang kedua adalah dalam Philebus, yang menyatakan bahwa indah bersumber dari segala keindahan yang paling sederhana. Kata sederhana disini tidak diberi batasan, baik bentuk ataupun ukuran. Oleh sebab itu pemahaman awal tentang konsep keindahan itu sendiri bersifat pilah-pilah.
Dari uraian di atas dapat dikatakan, karena Plato amat menghargai dan menekankan pengetahuan murni (episteme) yang mengungguli segala pengetahuan semu (doxa), dalam bidang keindahan pun Plato aman menekankan bahwa yang berarti adalah idea (eidos), dan yang lain dari idea itu hanyalah yang berhala-berhala (eidola, dalam bahasa Inggris: Idols) saja. Plato memandang seni adalah mimesis dari sejati, yaitu apa yang berada di dunia idea yang jauh lebih unggul daripada kenyataan dunia ini. Sesuatu yang ”indah” [dalam huruf kecil] merupakan tiruan yang ”INDAH’ [huruf besar] di dunia ide. Karya seni menurutnya adalah ’mimesis mimesos’, yaitu tiruan dari tiruan (Sutrisno, 1992: 25-29; 2004:57). Demikian juga dengan Aristoteles (384-322 SM) memandang keindahan atau estetika tersebut merupakan harmoni, keseimbangan dan atau tata dalam ukuran material. Pandangan ini berlaku untuk benda seni yang berasal dari alam maupun karya seni buatan manusia. Karya seni adalah ”creatio”, proses penciptaan dengan pencolokan nilai universal, yang khas manusia, dan berlaku dimana-mana. Ia merupakan simbol yang dikenali lagi oleh penikmat atau permirsa berdasarkan pengalamannnya sendiri.
Berangkat dari konsep dan teori tersebut, kesenian harus dipahami tidak hanya dari sisi yang tampak, tetapi juga idea-idea dibalik atau proses hasil yang tampak itu. Dalam tataran ini ide-ide menjadi penting dan nilai-nilai estetika menjadi relatif. Dalam hal ini seharusnya juga seni harus dilihat dari sisi ide (proses) sehingga lahir tindakan dan hasil karya seni. Artinya menangani kesenian tidak semata-mata didominasi oleh karya seni, tetapi juga perlunya menjamah proses kreatifnya.
Ragam Kesenian Indonesia dan Permasalahannya
Disadari sepenuhnya bahwa Indonesia memiliki kesenian yang sangat majemuk sekali. Kekayaan kesenian ini terkait dengan masalah kesuku bangsaan dan kesenian-kesenian yang tumbuh akibat akulturasi dan berbagai proses hubungan dinamis manusia dan lingkungannya, sehingga kekayaan kesenian Indonesia menjadi sangat majemuk.
Kekayaan kesenian ini sendiri perlu dilestarikan dalam arti yang dinamis, sesuai dengan perkembangan manusianya dan kesenian itu sendiri. Untuk melestarikan dinamis ini, hingga saat ini kita belum memiliki peta kesenian Indonesia dan Data kesenian Indonesia yang reliable. Untuk melestarikan, dalam arti melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan kesenian tersebut, kita harus mempunyai data yang lengkap dan akurat. Sejauh mana data yang kita miliki tentang kekayaan kesenian kita? Ini merupakan pertanyaan yang sangat penting dan susah untuk dijawab, stidaknya sampai saat ini.
Permasalahan kesenian yang utama beberapa tahun terakhir ini, sesuai dengan permasalahan yang belum tuntas dalam RPJMN I (2004 – 2009) salah satunya selain krisis jati diri adalah lemahnya kemampuan mengelola kebudayaan bangsa (kasat mata dan tidak kasa mata), dimana kesenian juga termasuk di dalamnya. ‘Pengelolaan’ kesenian ini tentunya terdiri dari dua substansi, yaitu (1) kesenian itu sendiri, yang menyangkut sumber daya kesenian; dan (2) sumber daya manusia pengelola kesenian tersebut. Kaitan antara sumber daya kesenian dan manusia mengelola kesenian memang membutuhkan dukungan data tentang kesenian itu sendiri, sehingga dalam melestarikannya dapat lebih difokuskan kepada permasalahan yang dihadapi dari sisi keseniannya sendiri.
Untuk mengatasi masalah ini hal-hal yang akan dilakukan dalam pelestarian kesenian disamping melanjutkan program-program yang telah berjalan baik selama ini yang dianggap urgen adalah :
· Pembuatan Data Kesenian Indonesia (Peta Kesenian Indonesia);
· Perlunya peningkatan kapasitas dan kompetensi pengelola kesenian (pemangku kepentingan);
· Peningkatan peran serta Kelembagaan Seni dalam pelestarian kesenian Indonesia;
· Peningkatan sumber daya kesenian dengan melihat berbagai potensi yang ada dalam setiap kesenian;
· Mengembangkan Strategi Kemitraan Untuk melestarikan Kesenian Indonesia.
Tantangan Sistem Global
Perkembangan teknologi dan informasi dewasa ini, mau tidak mau kita harus dihadapkan dengan system global. Dalam hal ini, sebagai bangsa yang mempunyai kekayaan budaya yang luar biasa, seharusnya kita juga mempersiapkan diri ‘bersaing’ dalam membina persahabatan antar bangsa, khususnya dalam bidang kesenian.
Perkembangan industri budaya (ekonomi kreatif) dewasa ini, sector kesenian menjadi ‘komoditi’ dalam dunia industri. Terkait dengan hal ini selain melestarikan kesenian Indonesia secara dinamis, juga membutuhkan seniman-seniman yang kreatif dan inovatif. Tetapi kreatifitas itu sendiri perlu rambu-rambu untuk melindungi karya-karya seni proses kreatif tersebut. Dalam kesertaan kita dalam sistem global tersebut maka perlu meratifikasi berbagai perangkat perundang-undangan yang sifatnya melindungi karya-karya kreatif tersebut. Keikut sertaan Indonesia dalam berbagai organisasi internasional yang terkait dengan sistem global tersebut, misalnya WTO, WIPO, TRIPs, penandatanganan perjanjian kerjasama (MoU) dengan berbagai negara serta ratifikasi undang-undang yang terkait dengan kesenian (sebenarnya sifatnya lebih ke arah individualistik, monoplistik dan kapitilistik) harus benar-benar mempertimbangkan kepentingan kesenian Indonesia. Oleh sebab itu ke depan harus melakukan penguatan kesenian lokal dengan memberikan pemahaman seni dalam konteks industri (nasional dan internasional) serta mengembangkan gerakan kesenian lokal yang mandiri dan sinambung. Kemungkinan-kemungkinan adanya kolaborasi kesenian antar negara juga harus disikapi dari sisi tantangan dan peluang yang menguntungkan dari berbagai aspek.
Kesenian dan Pendidikan Seni
Untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia pengelola kesenian, salah satu hal yang dilakukan adalah dengan jalur pendidikan bagi pemangku kepentingan, baik bagi pihak pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak yang terkait dengan kesenian itu sendiri. Pendidikan ini tidak hanya berdampak bagi peningkatan kompetensi sumber daya manusianya, tetapi juga membangun kreatifitas yang berdampak pada pengembangan sumber daya kesenian itu sendiri, sehingga mampu mewujudkan jati diri dan ‘bersaing’ dalam system global.
Selain peningkatan kapasitas dan kemampuan mengelola kesenian, pendidikan seni juga harus situmbuh kembangkan di sektor-sektor formal melalui pendidikan kesenian, baik pelajaran tentang kesenian itu sendiri serta penanaman nilai-nilai seni itu melalui jalur pendidikan formal. Penanaman nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian akan lebih efektif ditanamkan lewat jalur pendidikan. Oleh sebab itu, ke depan sektor pendidikan akan menjadi primadona untuk melakukan berbagai peningkatan (kompetensi, pengetahuan, apresiasi, dll) masyarakat terhadap kekayaan kesenian Indonesia. Beberapa hal yang akan dilakukan sinergi dengan instansi terkait, yaitu dengan bidang pendidikan adalah dalam pelaksanaan:
· Optimalisasi Pendidikan Kesenian di sekolah-sekolah formal, maupun informal;
· Bersinergi merancang kurikulum untuk mewujudkan Paradigma Pendidikan Seni yang berwawasan Indonesia;
· Menggali Pola Alternatif Pendidikan Seni Berbasis Tradisi Indonesia;
· Peningkatan Apresiasi Terhadap Sejarah Seni di Tanah Air;
· Mengembangkan tradisi kritik dan riset Seni; dan
· Perluasan Pendidikan Formal Seni untuk Kawasan Timur Indonesia.
Pemberdayaan Kesenian Masyarakat
Masyarakat dan kesenian merupakan dua unsure yang tidak terpisahkan dalam kesenian. Kesenian itu ada pada masyarakat dan masyarakat itulah yang memiliki kesenian. Oleh sebab itu pemberdayaan masyarakat dan kesenian itu sangat penting. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberdayaan kesenian masyarakat selain masyarakatnya itu sendiri adalah: perlunya dukungan media massa (cetak dan elektronik)
· Peningkatan peran media massa
· Peningkatan komodifikasi dan substansi seni dalam berbagai bidang
· Membuka akses seluas-luasnya berekspresi dan mengeksplorasi seni yang bersumber dari seni tradisional maupun seni urban;
· Mengembangkan penguatan kesenian tradisional dengan pemanfaatan kesenian-kesenian popular (Popular culture) yang lebih mandiri;
· Pengembangan Industri Seni (Budaya) di masyarakat terkait ekonomi gelombang ke empat (kreatif ekonomi);
· Lomba dan
· Memberikan Anugerah Seni (pelaku seni dan pemerhati seni).
Kesenian dan Hukum
Dalam rangka berkesenian, perlu didukung oleh perangkat peraturan perundang-undangan yang bertujuan memperkuat posisi dan fungsi kesenian dalam pembangunan kebudayaan pada umumnya. Beberapa paying hokum yang sudah ada akan terus disosialisasikan, serta mempertimbangkan perlunya perangkat hokum yang lain, misalnya UU Kesenian atau meratifikasi peraturan perundang-undangan yang ada untuk melestarikan kesenian Indonesia dengan tetap mempertimbangkan keuntungan bagi pertumbuhan kesenian Indonesia. Adapun perangkat perundang-undangan tersebut misalnya adalah Hak Kekayaan Intelektual dan rencana ke depan merancang UU Kesenian; RUU Pengetahuan Budaya dan Ekspresi Budaya Tradicional yang semuanya bertujuan untuk perangkat kerja dalam melakukan Proteksi dan Advokasi Terhadap Seni Tradisi Indonesia.
Aksesibiltas Kesenian
· Peningkatan infrastruktur kesenian (Gedung Kesenian, Taman Budaya, Galeri Seni, dll)
· Meningkatkan kerjasama bilateral dan multilateral dalam mengembangkan dan pemanfaatan kesenian Indonesia;
· Memanfaatkan sarana teknologi dan informasi untuk mempromosikan industri budaya masyarakat;
· Melaksanakan even kesenian berkala dengan mempertimbangkan kategori-kategori;
· Pengembangan Fungsi Taman Budaya;
· Pemanfaatan Galeri Seni;
· Bekerjasama dengan pemangku kepentingan dalam pemanfaatan ruang-ruang public sebagai sarana ekspresi seni di perkotaan; dan
· Mendukung pertumbuhan sanggar-sanggar seni masyarakat.
Langkah-langkah dan Strategi Kesenian Indonesia
Dari beberapa masalah yang telah dikemukakan di atas, untuk melestarikan kesenian Indonesia (melindungi, mengembangkan dan memanfaatkannya) maka dibutuhkan suatu langkah-langkah dan strategi ke depan untuk pelestarian kesenian. Sesuai dengan hasil rekomendasi Kongrres Kesenian Indonesia II tahun 2005, serta beberapa permasalahan yang urgen dari sisi kesenian dan pengelola (stake holder) kesenian itu sendiri, ada beberapa strategi, yaitu:
Pembuatan Peta dan Data Kesenian Indonesia;
Peningkatan Kompetensi sumber daya kesenian dan pengelola kesenian (melibatkan seluruh pemangku kepentingan);
Dinamisasi gerakan kesenian daerah dan menyiapkan infrastruktur Kesenian untuk memunculkan manajemn industri seni yang fungsional.
Penguatan pengembangan kesenian lokal dengan dukungan pendanaan APBN dan APBD, dan dukungan perusahaan BUMN dan perusahaan swasta melalui penggalangan dana pelayanan dan biaya operasional publik (community services).
Bersinergi dengan sector pendidikan dalam menerapkan paradigma baru pendidikan seni yang berbasis kompetensi untuk memberikan pengalaman ekspresif, kreatif, estetik, dan kultural, yang mengarah pada terciptanya situasi kehidupan multikultural.
Optimalisasi pendidikan seni dan penguatan pendidikan seni di wilayah Timur Indonesia.
Sosialisasi dan advokasi terhadap hasil profesional seni (industri budaya/ ekonomi kreatif) dan fungsi sosial seni.
Mendukung Pengkajian seni yang berorientasi pada akar sejarah seni Indonesia.
Membentuk balai-balai penelitian seni untuk melakukan riset-riset yang berkaitan dengan keunikan-keunikan potensi lokal dan dampak negatif dari produk-produk komersialisasi seni.
Menyokong peran kantung-kantung budaya untuk menumbuhkan benih-benih kesenian akar rumput (grass root) dan pengembangan jejaring antar pelaku seni sebagai wadah penyeimbang dominasi budaya populer.
Melibatkan peran aktif seniman dalam turut menentukan perencanaan dan pelaksanaan tata kota dan ruang publik.
Untuk memperkuat posisi dan fungsi kesenian dalam kebudayaan, diperlukan payung hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Surat Keputusan bersama (SKB) untuk mengatur kejelasan fungsi pengelolaan kesenian, jika memungkinkan terwujudnya Undang-undang Kebudayaan/Kesenian.
Terimakasih.
Sebelum berbicara tentang permasalahan kesenian Indonesia, maka terlebih dahulu kita harus pahami apa itu kesenian Indonesia. Kesenian Indonesia itu sendiri dapat diartikan sebagai kesenian nasional sebagai arti jamak, yaitu keseluruhan kesenian-kesenian suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang bersumber dari budaya tradisional beserta ragam kesenian baru yang muncul akibat perkembangan kebudayaan Indonesia. Namun kesenian itu sendiri sebenarnya apa, ruang lingkup dan batasan-batasannya perlu dipahami dari sisi konsep teoritis, sehingga kesenian itu sendiri yang universal dalam turunan relatifitasnya setidaknya dapat memberikan pencandraan atau pencerahan setidaknya pengertian apa itu seni dari sisi konseptual mendasar.
Pandangan ilmu seni sendiri, seni diartikan sebagai ekspresi manusia terkait dengan estetika (Sutrisno, 2004:56-58), namun estetika yang dipandang sebagai keindahan itu sendiri terkait dengan pengalaman estetika. Pengalaman estetika artinya membuka ruang bagaimana individu-individu memahami bagaimana sesuatu itu dikatakan memenuhi sebuah estetika. Artinya secara konsep estetika itu sendiri menjadi ’relatif’ dan tidak ada ukuran yang baku/standard. Menurut pandangan seni [Barat] sendiri estetika itu adalah paparan yang lebih menekankan pengalaman si subjek mengenai yang ’indah’, tanpa mau mencermati asalnya, apakah dari objek kesenian alami (natural object) atau karya cipta manusia (artificial object). Secara fenomenologis, sumber pokok pengalaman estetika adalah pengamatan pancaindera yang diolah dalam rasa, lalu dicoba eiekspresikan dalam berbagai bentuk.
Pandangan Plato tentang seni [keindahan] dapat dibagi menjadi dua, yang mengingatkan kita pandangannya tentang dunia idea, sedangkan yang lain membatasi diri pada dunia nyata. Yang indah adalah benda material, umpamanya tubuh manusia, dan lebih jauh manusia diajak untuk melihat pada yang lebih indah, yaitu jiwa. Ini berarti konsep keindahan kesenian itu sendiri dipahami dari sisi materi hingga pemahaman keindahan pada sesuatu yang sifatnya abstrak. Konsep seperti ini merupakan ajaran pada kepercayaan Junani Kuno yang bersumber dari seorang dewa yang bernama Diotima. Pandangan yang kedua adalah dalam Philebus, yang menyatakan bahwa indah bersumber dari segala keindahan yang paling sederhana. Kata sederhana disini tidak diberi batasan, baik bentuk ataupun ukuran. Oleh sebab itu pemahaman awal tentang konsep keindahan itu sendiri bersifat pilah-pilah.
Dari uraian di atas dapat dikatakan, karena Plato amat menghargai dan menekankan pengetahuan murni (episteme) yang mengungguli segala pengetahuan semu (doxa), dalam bidang keindahan pun Plato aman menekankan bahwa yang berarti adalah idea (eidos), dan yang lain dari idea itu hanyalah yang berhala-berhala (eidola, dalam bahasa Inggris: Idols) saja. Plato memandang seni adalah mimesis dari sejati, yaitu apa yang berada di dunia idea yang jauh lebih unggul daripada kenyataan dunia ini. Sesuatu yang ”indah” [dalam huruf kecil] merupakan tiruan yang ”INDAH’ [huruf besar] di dunia ide. Karya seni menurutnya adalah ’mimesis mimesos’, yaitu tiruan dari tiruan (Sutrisno, 1992: 25-29; 2004:57). Demikian juga dengan Aristoteles (384-322 SM) memandang keindahan atau estetika tersebut merupakan harmoni, keseimbangan dan atau tata dalam ukuran material. Pandangan ini berlaku untuk benda seni yang berasal dari alam maupun karya seni buatan manusia. Karya seni adalah ”creatio”, proses penciptaan dengan pencolokan nilai universal, yang khas manusia, dan berlaku dimana-mana. Ia merupakan simbol yang dikenali lagi oleh penikmat atau permirsa berdasarkan pengalamannnya sendiri.
Berangkat dari konsep dan teori tersebut, kesenian harus dipahami tidak hanya dari sisi yang tampak, tetapi juga idea-idea dibalik atau proses hasil yang tampak itu. Dalam tataran ini ide-ide menjadi penting dan nilai-nilai estetika menjadi relatif. Dalam hal ini seharusnya juga seni harus dilihat dari sisi ide (proses) sehingga lahir tindakan dan hasil karya seni. Artinya menangani kesenian tidak semata-mata didominasi oleh karya seni, tetapi juga perlunya menjamah proses kreatifnya.
Ragam Kesenian Indonesia dan Permasalahannya
Disadari sepenuhnya bahwa Indonesia memiliki kesenian yang sangat majemuk sekali. Kekayaan kesenian ini terkait dengan masalah kesuku bangsaan dan kesenian-kesenian yang tumbuh akibat akulturasi dan berbagai proses hubungan dinamis manusia dan lingkungannya, sehingga kekayaan kesenian Indonesia menjadi sangat majemuk.
Kekayaan kesenian ini sendiri perlu dilestarikan dalam arti yang dinamis, sesuai dengan perkembangan manusianya dan kesenian itu sendiri. Untuk melestarikan dinamis ini, hingga saat ini kita belum memiliki peta kesenian Indonesia dan Data kesenian Indonesia yang reliable. Untuk melestarikan, dalam arti melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan kesenian tersebut, kita harus mempunyai data yang lengkap dan akurat. Sejauh mana data yang kita miliki tentang kekayaan kesenian kita? Ini merupakan pertanyaan yang sangat penting dan susah untuk dijawab, stidaknya sampai saat ini.
Permasalahan kesenian yang utama beberapa tahun terakhir ini, sesuai dengan permasalahan yang belum tuntas dalam RPJMN I (2004 – 2009) salah satunya selain krisis jati diri adalah lemahnya kemampuan mengelola kebudayaan bangsa (kasat mata dan tidak kasa mata), dimana kesenian juga termasuk di dalamnya. ‘Pengelolaan’ kesenian ini tentunya terdiri dari dua substansi, yaitu (1) kesenian itu sendiri, yang menyangkut sumber daya kesenian; dan (2) sumber daya manusia pengelola kesenian tersebut. Kaitan antara sumber daya kesenian dan manusia mengelola kesenian memang membutuhkan dukungan data tentang kesenian itu sendiri, sehingga dalam melestarikannya dapat lebih difokuskan kepada permasalahan yang dihadapi dari sisi keseniannya sendiri.
Untuk mengatasi masalah ini hal-hal yang akan dilakukan dalam pelestarian kesenian disamping melanjutkan program-program yang telah berjalan baik selama ini yang dianggap urgen adalah :
· Pembuatan Data Kesenian Indonesia (Peta Kesenian Indonesia);
· Perlunya peningkatan kapasitas dan kompetensi pengelola kesenian (pemangku kepentingan);
· Peningkatan peran serta Kelembagaan Seni dalam pelestarian kesenian Indonesia;
· Peningkatan sumber daya kesenian dengan melihat berbagai potensi yang ada dalam setiap kesenian;
· Mengembangkan Strategi Kemitraan Untuk melestarikan Kesenian Indonesia.
Tantangan Sistem Global
Perkembangan teknologi dan informasi dewasa ini, mau tidak mau kita harus dihadapkan dengan system global. Dalam hal ini, sebagai bangsa yang mempunyai kekayaan budaya yang luar biasa, seharusnya kita juga mempersiapkan diri ‘bersaing’ dalam membina persahabatan antar bangsa, khususnya dalam bidang kesenian.
Perkembangan industri budaya (ekonomi kreatif) dewasa ini, sector kesenian menjadi ‘komoditi’ dalam dunia industri. Terkait dengan hal ini selain melestarikan kesenian Indonesia secara dinamis, juga membutuhkan seniman-seniman yang kreatif dan inovatif. Tetapi kreatifitas itu sendiri perlu rambu-rambu untuk melindungi karya-karya seni proses kreatif tersebut. Dalam kesertaan kita dalam sistem global tersebut maka perlu meratifikasi berbagai perangkat perundang-undangan yang sifatnya melindungi karya-karya kreatif tersebut. Keikut sertaan Indonesia dalam berbagai organisasi internasional yang terkait dengan sistem global tersebut, misalnya WTO, WIPO, TRIPs, penandatanganan perjanjian kerjasama (MoU) dengan berbagai negara serta ratifikasi undang-undang yang terkait dengan kesenian (sebenarnya sifatnya lebih ke arah individualistik, monoplistik dan kapitilistik) harus benar-benar mempertimbangkan kepentingan kesenian Indonesia. Oleh sebab itu ke depan harus melakukan penguatan kesenian lokal dengan memberikan pemahaman seni dalam konteks industri (nasional dan internasional) serta mengembangkan gerakan kesenian lokal yang mandiri dan sinambung. Kemungkinan-kemungkinan adanya kolaborasi kesenian antar negara juga harus disikapi dari sisi tantangan dan peluang yang menguntungkan dari berbagai aspek.
Kesenian dan Pendidikan Seni
Untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia pengelola kesenian, salah satu hal yang dilakukan adalah dengan jalur pendidikan bagi pemangku kepentingan, baik bagi pihak pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak yang terkait dengan kesenian itu sendiri. Pendidikan ini tidak hanya berdampak bagi peningkatan kompetensi sumber daya manusianya, tetapi juga membangun kreatifitas yang berdampak pada pengembangan sumber daya kesenian itu sendiri, sehingga mampu mewujudkan jati diri dan ‘bersaing’ dalam system global.
Selain peningkatan kapasitas dan kemampuan mengelola kesenian, pendidikan seni juga harus situmbuh kembangkan di sektor-sektor formal melalui pendidikan kesenian, baik pelajaran tentang kesenian itu sendiri serta penanaman nilai-nilai seni itu melalui jalur pendidikan formal. Penanaman nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian akan lebih efektif ditanamkan lewat jalur pendidikan. Oleh sebab itu, ke depan sektor pendidikan akan menjadi primadona untuk melakukan berbagai peningkatan (kompetensi, pengetahuan, apresiasi, dll) masyarakat terhadap kekayaan kesenian Indonesia. Beberapa hal yang akan dilakukan sinergi dengan instansi terkait, yaitu dengan bidang pendidikan adalah dalam pelaksanaan:
· Optimalisasi Pendidikan Kesenian di sekolah-sekolah formal, maupun informal;
· Bersinergi merancang kurikulum untuk mewujudkan Paradigma Pendidikan Seni yang berwawasan Indonesia;
· Menggali Pola Alternatif Pendidikan Seni Berbasis Tradisi Indonesia;
· Peningkatan Apresiasi Terhadap Sejarah Seni di Tanah Air;
· Mengembangkan tradisi kritik dan riset Seni; dan
· Perluasan Pendidikan Formal Seni untuk Kawasan Timur Indonesia.
Pemberdayaan Kesenian Masyarakat
Masyarakat dan kesenian merupakan dua unsure yang tidak terpisahkan dalam kesenian. Kesenian itu ada pada masyarakat dan masyarakat itulah yang memiliki kesenian. Oleh sebab itu pemberdayaan masyarakat dan kesenian itu sangat penting. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberdayaan kesenian masyarakat selain masyarakatnya itu sendiri adalah: perlunya dukungan media massa (cetak dan elektronik)
· Peningkatan peran media massa
· Peningkatan komodifikasi dan substansi seni dalam berbagai bidang
· Membuka akses seluas-luasnya berekspresi dan mengeksplorasi seni yang bersumber dari seni tradisional maupun seni urban;
· Mengembangkan penguatan kesenian tradisional dengan pemanfaatan kesenian-kesenian popular (Popular culture) yang lebih mandiri;
· Pengembangan Industri Seni (Budaya) di masyarakat terkait ekonomi gelombang ke empat (kreatif ekonomi);
· Lomba dan
· Memberikan Anugerah Seni (pelaku seni dan pemerhati seni).
Kesenian dan Hukum
Dalam rangka berkesenian, perlu didukung oleh perangkat peraturan perundang-undangan yang bertujuan memperkuat posisi dan fungsi kesenian dalam pembangunan kebudayaan pada umumnya. Beberapa paying hokum yang sudah ada akan terus disosialisasikan, serta mempertimbangkan perlunya perangkat hokum yang lain, misalnya UU Kesenian atau meratifikasi peraturan perundang-undangan yang ada untuk melestarikan kesenian Indonesia dengan tetap mempertimbangkan keuntungan bagi pertumbuhan kesenian Indonesia. Adapun perangkat perundang-undangan tersebut misalnya adalah Hak Kekayaan Intelektual dan rencana ke depan merancang UU Kesenian; RUU Pengetahuan Budaya dan Ekspresi Budaya Tradicional yang semuanya bertujuan untuk perangkat kerja dalam melakukan Proteksi dan Advokasi Terhadap Seni Tradisi Indonesia.
Aksesibiltas Kesenian
· Peningkatan infrastruktur kesenian (Gedung Kesenian, Taman Budaya, Galeri Seni, dll)
· Meningkatkan kerjasama bilateral dan multilateral dalam mengembangkan dan pemanfaatan kesenian Indonesia;
· Memanfaatkan sarana teknologi dan informasi untuk mempromosikan industri budaya masyarakat;
· Melaksanakan even kesenian berkala dengan mempertimbangkan kategori-kategori;
· Pengembangan Fungsi Taman Budaya;
· Pemanfaatan Galeri Seni;
· Bekerjasama dengan pemangku kepentingan dalam pemanfaatan ruang-ruang public sebagai sarana ekspresi seni di perkotaan; dan
· Mendukung pertumbuhan sanggar-sanggar seni masyarakat.
Langkah-langkah dan Strategi Kesenian Indonesia
Dari beberapa masalah yang telah dikemukakan di atas, untuk melestarikan kesenian Indonesia (melindungi, mengembangkan dan memanfaatkannya) maka dibutuhkan suatu langkah-langkah dan strategi ke depan untuk pelestarian kesenian. Sesuai dengan hasil rekomendasi Kongrres Kesenian Indonesia II tahun 2005, serta beberapa permasalahan yang urgen dari sisi kesenian dan pengelola (stake holder) kesenian itu sendiri, ada beberapa strategi, yaitu:
Pembuatan Peta dan Data Kesenian Indonesia;
Peningkatan Kompetensi sumber daya kesenian dan pengelola kesenian (melibatkan seluruh pemangku kepentingan);
Dinamisasi gerakan kesenian daerah dan menyiapkan infrastruktur Kesenian untuk memunculkan manajemn industri seni yang fungsional.
Penguatan pengembangan kesenian lokal dengan dukungan pendanaan APBN dan APBD, dan dukungan perusahaan BUMN dan perusahaan swasta melalui penggalangan dana pelayanan dan biaya operasional publik (community services).
Bersinergi dengan sector pendidikan dalam menerapkan paradigma baru pendidikan seni yang berbasis kompetensi untuk memberikan pengalaman ekspresif, kreatif, estetik, dan kultural, yang mengarah pada terciptanya situasi kehidupan multikultural.
Optimalisasi pendidikan seni dan penguatan pendidikan seni di wilayah Timur Indonesia.
Sosialisasi dan advokasi terhadap hasil profesional seni (industri budaya/ ekonomi kreatif) dan fungsi sosial seni.
Mendukung Pengkajian seni yang berorientasi pada akar sejarah seni Indonesia.
Membentuk balai-balai penelitian seni untuk melakukan riset-riset yang berkaitan dengan keunikan-keunikan potensi lokal dan dampak negatif dari produk-produk komersialisasi seni.
Menyokong peran kantung-kantung budaya untuk menumbuhkan benih-benih kesenian akar rumput (grass root) dan pengembangan jejaring antar pelaku seni sebagai wadah penyeimbang dominasi budaya populer.
Melibatkan peran aktif seniman dalam turut menentukan perencanaan dan pelaksanaan tata kota dan ruang publik.
Untuk memperkuat posisi dan fungsi kesenian dalam kebudayaan, diperlukan payung hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Surat Keputusan bersama (SKB) untuk mengatur kejelasan fungsi pengelolaan kesenian, jika memungkinkan terwujudnya Undang-undang Kebudayaan/Kesenian.
Terimakasih.
Comments